
Moderasi Beragama Menuju Kerukunan Bersama di Ruang Siber
Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
KetuaUmum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Abstrak
Perkembangan teknologi digital telah menciptakan ruang sosial baru tempat interaksi antarumat beragama berlangsung secara cepat dan terbuka. Namun, di balik peluang komunikasi lintas iman, ruang siber juga menjadi arena penyebaran ujaran kebencian, polarisasi identitas, dan ekstremisme berbasis agama. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis urgensi moderasi beragama sebagai fondasi membangun kerukunan bersama di ruang digital.
Menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dan analisis hermeneutika digital, penelitian ini menyoroti bagaimana prinsip moderasi beragama dapat diterjemahkan dalam konteks etika siber dan literasi media. Hasil kajian menunjukkan bahwa moderasi beragama di ruang digital menuntut integrasi antara nilai teologis (kasih, toleransi, keadilan) dengan kesadaran digital (verifikasi, empati, tanggung jawab). Dengan mengaitkan refleksi nilai Sumpah Pemuda 1928, tulisan ini menegaskan bahwa kerukunan digital bukanlah kondisi pasif, melainkan proses aktif membangun komunikasi damai dan identitas kebangsaan yang inklusif di tengah disrupsi informasi.
Kata kunci: moderasi beragama, kerukunan digital, etika siber, Sumpah Pemuda, literasi media
Abstract
The rise of digital technology has created a new social sphere where interfaith interactions occur rapidly and openly. Behind this opportunity for interreligious dialogue lies the danger of hate speech, identity polarization, and online religious extremism. This article analyzes the urgency of religious moderation as a foundation for building digital harmony in cyberspace.
Using a qualitative-descriptive approach and digital hermeneutics, the study examines how religious moderation can be applied through cyber ethics and media literacy. The findings highlight that religious moderation in the digital era requires an integration between theological values (love, tolerance, justice) and digital awareness (verification, empathy, responsibility). Drawing on the moral spirit of the 1928 Youth Pledge, this paper asserts that digital harmony is an active process of cultivating dialogue, mutual respect, and national identity in the age of information disruption.
Keywords: religious moderation, digital harmony, cyber ethics, Youth Pledge, media literacy
Pendahuluan
Tanggal 28 Oktober 1928 menandai tonggak sejarah penting bangsa Indonesia melalui Sumpah Pemuda, yang menegaskan tekad bersatu di tengah perbedaan. Kini, hampir satu abad kemudian, bangsa ini menghadapi tantangan baru dalam bentuk disrupsi digital, di mana media sosial menjadi arena baru bagi komunikasi antarumat beragama.
Kemajuan teknologi menghadirkan paradoks: di satu sisi membuka peluang dialog lintas iman, di sisi lain memperkuat polarisasi melalui hoaks, ujaran kebencian, dan bias algoritma (Pariser, 2011). Dalam konteks inilah, moderasi beragama kembali menjadi nilai strategis untuk menjaga kerukunan dan keadaban publik digital.
Tulisan ini berangkat dari pertanyaan: Bagaimana moderasi beragama dapat diterapkan sebagai prinsip etika dan praksis dalam membangun kerukunan bersama di ruang siber?
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan metode hermeneutika digital, yakni membaca ulang makna moderasi beragama dalam konteks komunikasi daring.
Data diperoleh melalui:
- Studi literatur terhadap dokumen Kementerian Agama RI tentang moderasi beragama (Kemenag RI, 2021).
- Analisis konten digital terhadap fenomena ujaran kebencian dan gerakan literasi media di Indonesia (Kominfo, 2024).
- Refleksi teologis-filosofis atas interaksi antara iman dan teknologi.
Pendekatan ini memungkinkan integrasi antara data empiris, teori komunikasi digital (Castells, 2013), dan prinsip-prinsip etika keagamaan (Tillich, 1957; Wahid, 1999).
Pembahasan
1. Moderasi Beragama dalam Konteks Digital
Konsep moderasi beragama menekankan keseimbangan antara keyakinan dan keterbukaan. Menurut Kementerian Agama (2021), moderasi beragama adalah sikap adil, seimbang, dan menghormati perbedaan. Dalam konteks digital, konsep ini bergeser menjadi moderasi komunikasi, yaitu kemampuan menggunakan media daring untuk menyampaikan nilai-nilai agama secara damai, informatif, dan empatik.
Moderasi digital memerlukan tiga prinsip utama:
- Rasionalitas: penggunaan data dan logika untuk menghindari hoaks.
- Keadaban: menjaga etika komunikasi dan bahasa.
- Kepedulian sosial: mengedepankan kemaslahatan bersama di atas ego ideologis.
2. Kerukunan di Ruang Siber: Dari Dialog ke Ekosistem Digital
Ruang siber adalah “ruang kebangsaan baru” (Leksana, 2025) di mana warga digital membentuk opini dan identitas bersama. Namun, algoritma media sosial sering memperkuat keterbelahan karena mengutamakan interaksi berbasis emosi, bukan akurasi.
Kerukunan digital tidak cukup dibangun lewat kampanye moral, tetapi melalui ekosistem komunikasi lintas iman:
- Kolaborasi antarlembaga keagamaan dalam produksi konten damai.
- Pendidikan digital berbasis nilai moderasi.
- Kebijakan publik yang melindungi kebebasan berekspresi tanpa membiarkan intoleransi.
3. Disrupsi Informasi dan Bias Algoritma
Fenomena filter bubble (Pariser, 2011) dan echo chamber membuat pengguna hanya berinteraksi dengan informasi yang menguatkan pandangannya sendiri. Akibatnya, ruang siber kehilangan fungsi deliberatif dan menjadi ruang monolog ideologis.
Dalam konteks ini, bias algoritma dapat memperkuat ekstremisme digital. Oleh karena itu, literasi algoritma perlu menjadi bagian dari moderasi beragama, agar masyarakat mampu membaca pola informasi dengan sikap kritis dan etis.
4. Teologi Digital: Integrasi Iman dan Teknologi
Teologi digital menawarkan refleksi baru: bahwa ruang virtual juga merupakan ruang spiritual. Komunikasi digital bisa menjadi bentuk pelayanan dan kesaksian iman. Dalam pandangan Tillich (1957), iman sejati harus “mengatasi keterasingan manusia modern”—termasuk keterasingan di dunia digital.
Moderasi beragama dalam teologi digital menegaskan bahwa iman bukanlah eksklusivitas, melainkan dialog yang berakar pada kasih dan tanggung jawab sosial.
Penelitian ini memberikan kontribusi baru pada kajian moderasi beragama dan etika digital dengan menawarkan tiga dimensi kebaruan:
- Integratif: menggabungkan teologi, komunikasi digital, dan etika teknologi.
- Kontekstual: menafsirkan nilai moderasi beragama dalam kerangka Sumpah Pemuda dan identitas kebangsaan digital.
- Praktis: menyusun kerangka “moderasi digital” sebagai strategi kebijakan publik dan pendidikan keagamaan berbasis literasi media.
Kesimpulan
Moderasi beragama di ruang siber merupakan bentuk baru dari perjuangan kebangsaan—melanjutkan semangat Sumpah Pemuda dalam konteks digital. Ia menuntut kolaborasi antara iman dan akal, antara teknologi dan etika.
Ruang digital harus diperlakukan bukan sebagai medan pertempuran ideologi, melainkan ruang perjumpaan spiritual dan kebangsaan. Dengan menginternalisasi nilai kasih, keadilan, dan tanggung jawab, masyarakat Indonesia dapat menjadi pelopor kerukunan digital di tengah dunia yang kian terfragmentasi.
Daftar Pustaka (APA Style)
Azra, A. (2019). Relevansi Pendidikan Islam Moderat di Indonesia. Jakarta: UIN Press.
Castells, M. (2013). Networks of Outrage and Hope: Social Movements in the Internet Age. Polity Press.
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2021). Moderasi Beragama: Panduan Konseptual dan Implementatif. Jakarta: Kemenag RI.
Kominfo RI. (2024). Laporan Tahunan Literasi Digital dan Ujaran Kebencian di Indonesia. Jakarta.
Leksana, D. (2025). Moderasi Beragama di Tengah Disrupsi Informasi. Jakarta: PWGI.ORG.
Pariser, E. (2011). The Filter Bubble: What the Internet Is Hiding from You. Penguin Press.
Tillich, P. (1957). Dynamics of Faith. New York: Harper & Row.
Wahid, A. (1999). Islamku, Islam Anda, Islam Kita. Jakarta: The Wahid Institute.
Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.

Doktor Dharma Leksana adalah seorang teolog, wartawan senior, dan pegiat media digital gerejawi. Ia menyelesaikan pendidikan teologi di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, tahun 1994 dan melanjutkan studi Magister Ilmu Sosial (M.Si.) dengan fokus pada media dan masyarakat. Gelar Magister Theologi (M.Th.) diperoleh melalui tesis berjudul “Teologi Digital: Sebagai Upaya Menerjemahkan Misiologi Gereja di Era Society 5.0”.
Disertasi tersebut kini telah diterbitkan dalam dua versi:
- “Teologi Algoritma: Peta Konseptual Iman di Era Digital” (Bahasa Indonesia)
👉 Baca di sini - “Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age” (Bahasa Inggris)
👉 Baca di sini
Karya akademisnya pada jenjang magister juga sudah dibukukan dalam “Membangun Kerajaan Allah di Era Digital” 👉 akses di sini serta dapat dilihat lengkap 👉 di sini.
Selain karya ilmiah, Dharma Leksana produktif menulis ratusan buku dalam bentuk penelitian akademik, buku populer, kumpulan puisi, hingga novel. Karya-karya tersebut dapat diakses melalui TOKO BUKU PWGI 👉 lihat koleksi.
Kiprah Organisasi & Media
Di ranah pelayanan dan media, Dharma Leksana adalah:
- Pendiri dan Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
- Pendiri berbagai media digital Kristen, antara lain:
- wartagereja.co.id
- beritaoikoumene.com
- teologi.digital
- marturia.digital
- serta puluhan media lain yang tergabung dalam PT Dharma Leksana Media Group (DHARMAEL), di mana ia menjabat sebagai Komisaris
Selain itu ia juga aktif memimpin sejumlah lembaga dan perusahaan:
- Direktur PT. Berita Siber Indonesia Raya (BASERIN)
- Komisaris PT. Berita Kampus Mediatama
- Komisaris PT. Media Kantor Hukum Online
- Pendiri & CEO tokogereja.com
- Ketua Umum Yayasan Berita Siber Indonesia
- Direktur PT. Untuk Indonesia Seharusnya
Karya dan Pengaruh
Sebagai pemikir sekaligus pelaku, Dharma Leksana memposisikan dirinya sebagai jembatan antara teologi, pewartaan digital, dan transformasi sosial. Ia aktif menulis buku, artikel, serta menjadi narasumber dalam berbagai forum gereja, akademik, dan media.
Karya-karya populer yang banyak dibaca antara lain:
- Mencari Wajah Allah di Belantara Digital 👉 akses
- Jejak Langkah Misiologi Gereja Perdana 👉 akses
- Agama, AI, dan Pluralisme 👉 akses
- Fenomenologi Edmund Husserl di Era Digital 👉 akses
- Alvin Toffler dan Teologi Digital 👉 akses
- Algoritma Tuhan: Refleksi tentang Sang Programmer Alam Semesta 👉 akses
- Jurnalisme Profetik di Era Digital 👉 akses
- Teologi Digital dalam Perspektif Etika Dietrich Bonhoeffer 👉 akses
Dr. Dharma Leksana terus melanjutkan kiprahnya sebagai seorang teolog digital, jurnalis profetik, dan pendidik iman, dengan visi membangun komunikasi Kristen yang kontekstual, transformatif, dan selaras dengan dinamika zaman digital.