Paradoks Kerukunan: Membaca Ulang Peran PKUB di Tengah Luka Kebebasan Beragama
Oleh : Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Lenteraharapan.com – Jakarta, Ketika pemerintah berulang kali menegaskan bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) Indonesia terus meningkat, publik mungkin mengira kita sedang menuju era harmoni antariman yang lebih kokoh. Namun, data lain justru menunjukkan wajah berbeda: pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) kian tinggi dari tahun ke tahun.
Inilah yang disebut Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si. sebagai “Paradoks Kerukunan” dalam bukunya yang baru terbit, PKUB dan Paradoks Kerukunan: Analisis Kritis atas Tata Kelola, Kesenjangan Data, dan Reformasi Kebijakan Kebebasan Beragama (2019–2024).
Melalui kajian yang tajam, Leksana menelanjangi jurang lebar antara narasi harmoni birokratik dan realitas diskriminasi sosial. Ia menunjukkan bagaimana lembaga yang semestinya menjadi penjaga konstitusi,yakni Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama,justru terjebak dalam kerangkanya sendiri: sibuk mengelola persepsi, tetapi lemah dalam melindungi hak warga negara.
Ketika Indeks Naik, Pelanggaran Ikut Naik
Buku ini tak berhenti di level opini. Leksana memeriksa data tahun per tahun antara 2019 hingga 2024. Hasilnya mencengangkan: ketika Indeks KUB versi pemerintah naik dari 73,83 menjadi 76,47, jumlah pelanggaran KBB justru melonjak hingga 260 kasus,angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Data SETARA Institute, Komnas HAM, dan Human Rights Watch memperlihatkan pola serupa: pelanggaran paling banyak muncul dalam isu perizinan rumah ibadah, persekusi terhadap penganut minoritas, dan pembiaran kebijakan daerah yang diskriminatif.
Paradoks ini memperlihatkan bahwa harmoni yang diukur lewat survei persepsi publik tidak selalu berbanding lurus dengan realitas sosial. Dengan kata lain, kerukunan yang dinilai tinggi belum tentu berarti kebebasan yang terlindungi.
Kritik Berani atas Regulasi Lama
Dharma Leksana menyoroti sumber utama persoalan: Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006. Regulasi ini mensyaratkan izin sosial dari warga sekitar serta rekomendasi FKUB untuk mendirikan rumah ibadah,aturan yang dalam praktiknya kerap berubah menjadi mekanisme “veto mayoritas.”
“FKUB seharusnya menjadi mediator, bukan pengawas keimanan,” tulisnya. Dalam banyak kasus, forum yang semestinya memelihara kerukunan justru menjadi alat politik lokal untuk membatasi kelompok minoritas.
Penulis menyerukan reformasi menyeluruh terhadap PBM tersebut. Ia menegaskan, “Kerukunan sejati tidak boleh diatur dengan izin sosial. Ia harus dijamin oleh hukum yang adil.”
Membedah PKUB dari Dalam
Bagian tengah buku menelusuri tata kelola PKUB,bagaimana lembaga ini mengelola anggaran, mengevaluasi program, dan mengukur keberhasilan. Kritik utama Leksana adalah pada minimnya transparansi dan akuntabilitas data.
Tak tersedia data publik yang menghubungkan alokasi anggaran dengan hasil faktual seperti penurunan konflik atau peningkatan kebebasan beragama. PKUB, menurutnya, masih beroperasi dalam logika output-based (berapa banyak kegiatan, pelatihan, atau dialog yang dilakukan), bukan outcome-based (berapa banyak konflik yang terselesaikan).
Ia menulis dengan nada jernih tapi tegas: “Kerukunan tidak akan tumbuh dari rapat dan laporan, tetapi dari keadilan yang dirasakan warga di lapangan.”
Reformasi yang Ditawarkan
Bagian akhir buku berisi enam rekomendasi kebijakan yang tajam dan terukur. Di antaranya:
- Membangun Dashboard Nasional KBB, agar publik dapat mengakses data persepsi (KUB) dan data faktual (pelanggaran) dalam satu platform transparan.
- Mengintegrasikan program PKUB ke dalam Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) 2025–2029, sehingga kerukunan menjadi bagian dari agenda hak asasi, bukan sekadar proyek birokrasi.
- Mendorong audit sosial independen atas program PKUB, bekerja sama dengan lembaga akademik dan NGO HAM seperti SETARA Institute dan Imparsial.
- Mereformasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) agar berfungsi sebagai fasilitator netral, bukan “otoritas veto” atas perizinan rumah ibadah.
Rekomendasi ini bukan sekadar konsep ideal, melainkan peta jalan realistis untuk membangun tata kelola kerukunan yang berbasis data, HAM, dan keadilan sosial.
Membaca “Kerukunan” dengan Kacamata Kritis
Dr. Dharma tidak menulis sebagai pengamat pasif. Sebagai teolog, jurnalis, dan aktivis media gerejawi, ia menempatkan isu kerukunan dalam konteks spiritual dan moral yang lebih luas.
Baginya, kerukunan bukanlah sekadar hasil dari toleransi yang dipaksakan, melainkan buah dari keadilan yang ditegakkan. Ia menulis, “Ketika negara lebih sibuk mengukur persepsi daripada melindungi korban intoleransi, maka kita telah kehilangan makna sejati dari kata ‘rukun’.”
Nada reflektif seperti ini membuat buku tersebut melampaui batas akademisnya. Ia menjadi semacam cermin bagi bangsa,menantang kita untuk melihat, di balik slogan-slogan harmoni, apakah kebebasan benar-benar hidup.
Buku yang Penting untuk Zaman yang Lelah dengan Simbol
Buku PKUB dan Paradoks Kerukunan bukan bacaan ringan, tetapi penting. Ia menyapa pejabat kementerian dan akademisi dengan data yang tak bisa disangkal, sekaligus menggugah aktivis dan jurnalis untuk tidak berhenti bertanya: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari “kerukunan” yang indah di atas kertas?
Dr. Dharma Leksana mengingatkan bahwa tanpa keberanian politik untuk merevisi regulasi diskriminatif, seluruh wacana moderasi hanya akan menjadi kosmetik spiritual.
Dalam masyarakat yang makin plural dan sensitif secara identitas, buku ini datang tepat waktu , sebagai suara jernih di tengah hiruk pikuk klaim keberhasilan.
Catatan akhir:
Buku ini bisa dibaca sebagai risalah kebijakan, refleksi moral, dan sekaligus teguran lembut bagi bangsa. Membaca Leksana berarti diajak melihat bahwa kerukunan tidak cukup dikelola; ia harus diperjuangkan,dengan keadilan, dengan data, dan dengan hati nurani.
Author Profile

Dr. Dharma Leksana, M.Th., M.Si.
Dr. Dharma Leksana is a theologian, senior journalist, and pioneer of digital Christian media in Indonesia. He earned his Bachelor of Theology from the Faculty of Theology, Duta Wacana Christian University, Yogyakarta, in 1994, before pursuing a Master of Social Sciences (M.Si.) with a focus on media and society. He later completed a Master of Theology (M.Th.) with a thesis titled “Digital Theology: Translating the Missiology of the Church in the Era of Society 5.0.”
His academic journey reached its pinnacle with a Doctorate in Theology (D.Th.) from Dian Harapan Theological Seminary, Jakarta, graduating cum laude. His groundbreaking dissertation, “Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age,” introduced the concept of Algorithmic Theology as a new locus for contextualizing faith in today’s digital reality. Through this research, he argued that algorithms can be understood as a new locus theologicus, while the Logos—the Word of God—remains the central axis of Christian faith, even in an age dominated by algorithmic logic.
This dissertation has since been published in two editions:
- Teologi Algoritma: Peta Konseptual Iman di Era Digital (Indonesian)
- Algorithmic Theology: A Conceptual Map of Faith in the Digital Age (English)
His earlier academic work at the master’s level has also been published as “Building the Kingdom of God in the Digital Age.”
Beyond academia, Dr. Leksana is a prolific writer who has authored hundreds of works ranging from scholarly research and popular books to collections of poetry and novels. His writings can be found through PWGI Bookstore and other platforms.
Organizational and Media Leadership
In the field of media and ecclesial service, Dr. Leksana is:
- Founder and Chairman of the Indonesian Church Journalists Association (PWGI)
- Founder of numerous Christian digital media outlets, including:
- wartagereja.co.id
- beritaoikoumene.com
- teologi.digital
- marturia.digital
- and many more under PT Dharma Leksana Media Group (DHARMAEL), where he serves as Commissioner
He also leads and advises several institutions and companies, including:
- Director of PT Berita Siber Indonesia Raya (BASERIN)
- Commissioner of PT Berita Kampus Mediatama
- Commissioner of PT Media Kantor Hukum Online
- Founder & CEO of tokogereja.com
- Chairman of Yayasan Berita Siber Indonesia
- Director of PT Untuk Indonesia Seharusnya
Works and Influence
As both a thinker and practitioner, Dr. Dharma Leksana positions himself as a bridge between theology, digital communication, and social transformation. He is an active writer, speaker, and resource person in church, academic, and media forums.
Among his widely read works are:
- Seeking the Face of God in the Digital Wilderness
- The Missionary Steps of the Early Church
- Religion, AI, and Pluralism
- Edmund Husserl’s Phenomenology in the Digital Era
- Alvin Toffler and Digital Theology
- The Algorithm of God: Reflections on the Programmer of the Universe
- Prophetic Journalism in the Digital Age
- Digital Theology through the Lens of Dietrich Bonhoeffer’s Ethics
Continuing his vocation as a digital theologian, prophetic journalist, and faith educator, Dr. Leksana remains committed to building Christian communication that is contextual, transformative, and attuned to the challenges of the digital age.
