LENTERAHARAPAN.com-Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI), Retno L.P. Marsudi, membuka secara resmi Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) atau International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy, di Jakarta, pada Rabu (10/6).
Dalam sambutannya Menlu RI Retno Marsudi mengatakan Indonesia meyambut gembira para peserta yang hadir dan mendorong peserta mendapatkan kesepakatan untuk menghentikan berbagai kejadian yang merusak perdamaian dunia lewat dialog dan toleransi.
“Saat ini, pencarian perdamaian tetap mendesak dan tidak berdosa karena lanskap global kita sangat kompleks. Yang paling memprihatinkan adalah konflik terbuka yang merenggut lebih banyak nyawa di seluruh dunia. Mulai dari perang di Ukraina, hingga situasi di Afghanistan dan Palestina. Sebagai prioritas nomor satu menyelesaikan konflik ini membutuhkan pihak-pihak yang bertikai untuk memiliki kemauan untuk terlibat dalam dialog yang konstruktif,” ujarnya.
Namun, lanjut Retno Marsudi, kesediaan ini tidak jatuh dari langit. Kita harus mengupayakannya. Para pemimpin politik memikul tanggung jawab ini. Begitu juga dengan semua elemen masyarakat, terutama agama.
Menurutnya, banyak agama dan kepercayaan hidup berdampingan di dalam perbatasannya. Tanpa toleransi yang kuat, ASEAN tidak dapat bertahan lebih dari lima dekade dan mencapai integrasi yang lebih besar. Untuk itu, Indonesia mengedepankan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, kita bersama-sama membina pemahaman lintas agama dan lintas budaya. Kita harus terus menjunjung tinggi prinsip ini dalam menghadapi kompleksitas permasalahan global. Kedua, mempromosikan inklusivitas. Keyakinan yang beragam harus dilihat sebagai aset bagi perdamaian dan fokus kita.
LKLB diadakan oleh Kementerian Luar Negeri RI bekerjasama dengan Institut Leimena merupakan konferensi internasional kedua setelah tahun lalu juga diadakan lewat zoom. Acara ini akan berlangsung hingga Kamis (11/6) dengan diikuti lebih dari 160 peserta dari dalam dan luar negeri.
Dalam sesi pembukaan hadir perwakilan dari 22 negara, termasuk sejumlah duta besar, yaitu Duta Besar Austria, Duta Besar Yordania, Duta Besar Romania, Duta Besar Spanyol, dan Duta Besar Uni Emirat Arab, dan Duta Besar Vatikan, serta perwakilan dari Kedutaan Besar (Kedubes), antara lain Kedubes Amerika Serikat, Kedubes Inggris, Kedubes Belanda, Kedubes Malaysia, Kedubes Laos, dan Kedubes Filipina.
Tema yang diangkat dalam LKLB adalah “Multi-faith Collaborations in an Inclusive Society”, yaitu berfokus kepada pemahaman adanya kebutuhan yang semakin besar akan kolaborasi multiagama di mana orang-orang dari berbagai agama dan kepercayaan bisa saling belajar dan bekerja sama, dengan tetap mengakui dan menghormati perbedaan agama dan kepercayaan mereka, dalam mengatasi masalah-masalah yang menjadi perhatian bersama.
Direktur Leimena Institut Matius Ho mengatakan bahwa tujuan LKLB kali ini untik belajar bersama semua pihak. “Kami ngundang dari semua kawasan Asia Tenggara ini untuk mengajak bagaimana kita berbagi pengalaman, bagaimana kita mengelola keberagaman yang ada di wilayah ini, sehingga kita bisa bersama-sama membangun masyarakat yang inklusif dan semakin maju.”
Konferensi Internasional LKLB diharapkan bisa memperkokoh modalitas Indonesia akan nilai-nilai toleransi, moderasi beragama, dan penghargaan terhadap kemajemukan. Konferensi ini akan mengangkat berbagai topik untuk penguatan kolaborasi multiagama, termasuk dari sisi pendidikan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan mempromosikan nilai-nilai LKLB dalam komunitas negara-negara ASEAN.
Konferensi menghadirkan sekitar 50 narasumber lintas negara untuk mengisi lima sesi panel dengan format hybrid via Zoom dan 10 sesi pilihan (breakout) khusus untuk peserta luring. Selain Menlu Retno Marsudi, sesi Reception akan diisi oleh pidato dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pada hari kedua, sambutan kunci akan diisi oleh pidato dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Para peserta konferensi mencakup pejabat pemerintah dari Kementerian/lembaga baik dalam dan luar negeri, akademisi, pemimpin masyarakat sipil, dan para alumni pelatihan LKLB yang terdiri dari guru madrasah dan sekolah. Pelaksanaan konferensi ini juga terlaksana atas kemitraan dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, International Center for Law and Religion Studies Brigham Young University Law School, dan Templeton Religion Trust.
Konferensi Internasional LKLB juga akan menyoroti peran penting pendidikan dalam pembangunan kolaborasi multiagama. Konferensi ini melanjutkan keberhasilan pelatihan Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Indonesia yang telah melatih lebih dari 8.500 guru dalam waktu sekitar 2,5 tahun, dan melibatkan sedikitnya 30 lembaga pendidikan dan keagamaan. (PAS)